Muamallah
antara manusia dengan Rabb-Nya
Sudahkan kita
BERKOMUNIKASI DENGAN ALLAH ?!!
Ada sebuah
cerita yang berhubungan antara manusia dengan Rabb-Nya ...
Dialog ini terjadi antara Allah dengan ruh manusia
secara langsung tanpa membutuhkan perantara telinga dan daya ingat dalam
kepala. Kemudian ada yang bertanya, mengapa ruh-ruh kami tidak menceritakan itu
? Mengapa peristiwa itu tidak terekam dalam daya ingat kita ? bukankah daya
ingat yang kita miliki adalah daya ingat ruh pembangkit kehidupan kita. Barangkali
ruh itu telah lupa akan pertanyaan Allah itu karena rentang waktu yang terlalu
lama sehingga meskipun kita berusaha mencari tahu hal itu, tetap saja tidak ada
jawaban.
Jawabannya,
ruh amat jelas terekam pada perilaku kita sehari-hari.
-Tidakkah
anda merasa ada kerinduan dalam diri anda terhadap sesuatu yang tidak tampak
dimata anda ?
-Tidakkah kita merasa rindu terhadap sesuatu yang jauh
dari kita ?
-Apakah kita tidak merasa adanya keinginan untuk
tunduk kepada sesuatu ?
-Pernahkah kita merasa
lemah, butuh pertolongan, lalu kita merasakan bahwa Allah maha kuat dan tempat
bergantungnya seluruh alam ?
Itu semua tak lain karena bisikan ruh kepada kita. Ruh
menceritakan kepada kita tentang keperanannya, pengembalian daya ingat kita dan
menceritakan kepada kita tentang kesedihan masa lalunya dan janji-janjinya.
Baiklah,
mari sama-sama mengingatkan tentang yang sulit ditemukan oleh para peneliti
sekalipun tentang sebuah rahasia dan sumbernya, yaitu gejolak jiwa yang terjadi dalam
diri kita saat mendengarkan lagu-lagu yang dinyanyikan dengan suara yang merdu,
membangkitkan perasaan rindu, rasa gembira, dan rasa sedih. Apakah kita tahu
darimana perasaan ini datang ? kita juga tidak tahu kemana perasaaan itu pergi.
Darimanakah sumber gejolak jiwa ini ?. sumber gejolak itu adalah masa lalu ketika
Allah menyatakan. “Bukankah Aku ini Rabb kalian?” kemudian, ruh ini terus
merindukan masa-masa itu. Hanya saja tidak ada bahasa atau kata-kata yang bisa
mengungkapkan rasa ruh. Ketika ruh ini mendengarkan suara-suara merdu, yang
terjadi adalah gejolak rindu sebagai bentuk ungkapan jiwa. Ketika bahasa dengan
segala macam bentuk penjelasannya tidak bisa mengungkapkan perasaan jiwa,
gejolak itulah ungkapannya. Dari Jabir r.a katanya dia mendengar Rasulullah saw
bersabda “sesungguhnya tali penghubung antara seseorang dengan syirik dan
kafir, ialah meninggalkan shalat”.
Lalu ditanyakan orang kepada Abu Hurairah, “Bagaimana
kalau kamu sholat mengikut Imam?” jawabnya, “Bacalah perlahan-lahan! Karena aku
mendengar Rasulullah saw bersabda, bahwa Allah Ta’ala berfirman: “Shalat itu Ku
bagi dua antara-Ku dan hamba-Ku. Untuk hamba-Ku ialah apa yang dimintanya.
Al-Fatihah terbagi dua. Ayat 1-4 untuk Allah, Ayat 5 untuk Allah dan hamba-Nya,
ayat 6-7 untuk hamba-Nya.
Sholat
juga bisa diartikan sebagai zikir kepada Allah. Melalui Rasulullah saw, Allah
berkata: “Aku adalah sahabat orang-orang yang mengingat-Ku”. Karenanya, bila
Allah menjadi sahabat seseorang yang sedang shalat, itu berarti orang tersebut
mampu melihat sahabatnya (Allah). Inilah sebabnya shalat itu disebut sarana
berkomunikasi dengan Allah. Dan menurut Ibnu Arabi, barang siapa yang shalatnya
sudah mencapai pada tingkatan melihat Allah, maka ia selalu menjadi imam dalam
shalatnya, meskipun shalatnya sendiri. Sebab, para malaikat akan menjadi ma’mum
dibelakang orang yang shalat pada tingkatan itu. Shalat demikian inilah yang
dapat mendatangkan ni’mat tiada tara.
Apabila dia mengucapkan “bismillaahirrahmaanirrahim’
(dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang), maka Allah
Ta’ala menjawab, “Hamba-Ku telah mengingat Ku” apabila dia mengucapkan Bismillaahirrahmaanirrahiim’
(Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang), maka Allah
Ta’ala menjawab. “Hamba-Ku telah mengingat-Ku” apabila dia mengucapkan ‘Arrahmaanirrahiim’
(Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang), maka Allah Ta’ala menjawab, ‘Atsna ‘alayya
‘abdi’ (Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku). Apabila dia mengucapkan ‘iyyaka na’budu
wa iyyaka nasta’in” (Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada
Engkaulah kami mohon pertolongan), maka Allah Ta’ala menjawab, “Hadza bayni wa
bayna ‘Abdi, wa li ‘abdi ma saala’ (inilah bagian-Ku dan bagian hamba-Ku, dan
bagi hamba-Ku apa yang dimohon akan terkabulkan). Apabila dia mengucapkan “ihdinash
shirathal mustaqim, shirathal ladzina an’amta ‘alaihim ghairil maghdhubi ‘alaihim
waladhdhaallin” (Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang
yang telah Engkau anugerahkan ni’mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang
dimurkai dan bukan (pula) jalan mereka yang sesat) maka Allah Ta’ala menjawab, ‘Hadza
li ‘abdi’, wa li ‘abdi’ ma saala’ (Ini semua bagian Hamba-Ku, dan terkabullah.
Jika tidak ingin terhubung dengan kesyirikan dan kekafiran, dan ingin menjadi
sahabat Allah.
Gontor Putri 3
No comments:
Post a Comment